SEDOT WC PALOPO & PERBAIKAN SALURAN BUNTU
Ahli Penyedotan Bak WC dan Perbaikan Salura BUNTU/Mampet.
Dengan dukungan Armada mobil yang lengkap serta di kerjakan oleh tenaga Ahli dan Profesinal kami siap memberikan Pelayanan PRIMA khususnya anda yang berada di kota Jayapura dan sekitarnya.
Dengan dukungan Armada mobil yang lengkap serta di kerjakan oleh tenaga Ahli dan Profesinal kami siap memberikan Pelayanan PRIMA khususnya anda yang berada di kota Jayapura dan sekitarnya.
Dengan menghubungi kami maka segala permasalahan seputar bak wc dan saluran anda segera TUNTAS dan Aman.
Pelayanan CEPAT,BERSIH,MURAH,dan BERGARANSI
24 Jam tanpa harus menunggu lama.
Sedot WC Palopo Mengerjakan
- Penyedotan Bak WC Penuh/Full
- Pembuatan Septitank Baru
- Pembuatan Resapan Air
- Perbaikan Saluaran Buntu/Mampet
- Saluran Wastafel
- Saluran Air Kamar Mandi
- Saluran Tempat Cuci Piring
- Saluran Got. DLL
Sedot WC Palopo Melayani
- Rumah Tinggal
- Rumah Makan
- Rumah Kost
- Hotel / Wisma
- Gedung Perkantoran
- Pabrik / Industri
- Cafe
- Sarana Sosial lainnya
Sedot WC Daerah Palopo
adalah sebuah perusahaan penyedotan bak wc dan perbaikan saluran Buntu yang telah beroperasi selama 10 thnDengan pengalaman yang kami miliki, kini Sedot WC Panggil Palopo telah membuka cabang lebih dari 30 kota di Indonesia.
Terbukti Handal dan Profesional dengan harga TERMURAH
TENTANG KOTA PALOPO
Kota Palopo adalah sebuah kota di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota Palopo sebelumnya berstatus kota administratif sejak 1986 dan merupakan bagian dari Kabupaten Luwu yang kemudian berubah menjadi kota pada tahun 2002 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tanggal 10 April 2002.
Pada awal berdirinya sebagai kota otonom, Palopo terdiri atas 4 kecamatan dan 20 kelurahan. Kemudian, pada tanggal 28 April 2005, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 03 Tahun 2005, dilaksanakan pemekaran menjadi 9 kecamatan dan 48 kelurahan.
Kota ini memiliki luas wilayah 247,52 km² dan pada akhir 2015 berpenduduk sebanyak 168.894 jiwa
Pada awal berdirinya sebagai kota otonom, Palopo terdiri atas 4 kecamatan dan 20 kelurahan. Kemudian, pada tanggal 28 April 2005, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 03 Tahun 2005, dilaksanakan pemekaran menjadi 9 kecamatan dan 48 kelurahan.
Kota ini memiliki luas wilayah 247,52 km² dan pada akhir 2015 berpenduduk sebanyak 168.894 jiwa
Kota Palopo ini dulunya bernama Ware yang dikenal dalam Epik La Galigo. Nama "Palopo" ini diperkirakan mulai digunakan sejak tahun 1604, bersamaan dengan pembangunan Masjid Jami' Tua. Kata "Palopo" ini diambil dari kata bahasa Bugis-Luwu. Artinya yang pertama adalah penganan yang terbuat dari ketan, gula merah, dan santan. Yang kedua berasal dari kata "Palopo'i", yang artinya tancapkan atau masukkan. "Palopo'i" adalah ungkapan yang diucapkan pada saat pemancangan tiang pertama pembangunan Masjid Tua. Dan arti yang ketiga adalah mengatasi.
Palopo dipilih untuk dikembangkan menjadi ibu kota Kesultanan Luwu menggantikan Amassangan di Malangke setelah Islam diterima di Luwu pada abad XVII. Perpindahan ibu kota tersebut diyakini berawal dari perang saudara yang melibatkan dua putera mahkota saat itu. Perang ini dikenal dengan Perang Utara-Selatan. Setelah terjadinya perdamaian, maka ibu kota dipindahkan ke daerahn di antara wilayah utara dan selatan Kesultanan Luwu.
Kota dilengkapi dengan alun-alun di depan istana, dan dibuka pula pasar sebagai pusat ekonomi masyarakat. Lalebbata menjadi pusat kota kala itu. Dalam kajian M. Irfan Mahmud, pusat kota ini melingkar seluas kurang lebih 10 ha, yang meliputi kampung Amassangan dan Malimongan.[Sumber Wikipedia]
Palopo dipilih untuk dikembangkan menjadi ibu kota Kesultanan Luwu menggantikan Amassangan di Malangke setelah Islam diterima di Luwu pada abad XVII. Perpindahan ibu kota tersebut diyakini berawal dari perang saudara yang melibatkan dua putera mahkota saat itu. Perang ini dikenal dengan Perang Utara-Selatan. Setelah terjadinya perdamaian, maka ibu kota dipindahkan ke daerahn di antara wilayah utara dan selatan Kesultanan Luwu.
Kota dilengkapi dengan alun-alun di depan istana, dan dibuka pula pasar sebagai pusat ekonomi masyarakat. Lalebbata menjadi pusat kota kala itu. Dalam kajian M. Irfan Mahmud, pusat kota ini melingkar seluas kurang lebih 10 ha, yang meliputi kampung Amassangan dan Malimongan.[Sumber Wikipedia]
No comments:
Post a Comment